BINADOW.ID, BOROKO – Kecamatan Pinogaluman lagi heboh Gara-gara sapi bunting. Kepala Desa Buko Selatan, Muhamad Umar, bakal repot bolak-balik ke kantor polisi, gara-gara nekat menarik sapi yang lagi hamil milik warganya sendiri.
Kasus ini dipicu oleh Nur Habi, yang merasa keberatan ketika empat aparat desa, termasuk Sangadi (Kades.red) Muhamad Umar, merampas sapi bunting miliknya.
Kepada media ini, Nur Habi berkisah. Tahun 2020 silam, ia mendapat anak sapi dari iparnya, Muslan Maalumu. Sapi itu hasil bantuan Pemerintah Desa tahun 2017. Diatur dalam Keputusan Desa (Kepdes), setelah induk sapi melahirkan, induk tersebut digilir ke warga lain.
Anak sapi yang telah jadi hak milik Muslan ini lantas diberikan kepada Nur Habi untuk dirawat. Nur Habi dengan penuh kesabaran merawat anak sapi itu hingga tumbuh dewasa dan melahirkan anak sapi pertama pada tahun 2022. Semuanya berjalan normal, hingga pada tanggal 4 Mei 2024, datanglah empat orang aparat desa – Muhamad Umar, Rahim Bagoloti, Jamila Kaida, dan Muhamad Nusi – ke rumah Nur Habi. Mereka meminta sapi yang dipelihara Nur Habi dikembalikan kepemerintah desa.
Meskipun sudah dijelaskan kalau sapi itu bukan lagi aset desa berdasarkan Perdes tahun 2017, namun ke-empat orang tersebut bersikukuh merebut sapi milik Nur Habi.
Karena terjadi perdebatan, Nur Habi menawarkan anak sapi yang berusia 1 tahun mengingat Sapi induk yang sejak lama dirawatnya lagi dalam keadaan bunting. tawaran tersebut ditolak. Akhirnya, kesepakatan dicapai, mereka akan menunggu hingga induk sapi melahirkan.
Tapi ternyata, Tiga hari setelah kesepakatan tersebut, keempat aparat desa itu, kembali dengan tindakan lebih tegas. Mereka menyodorkan uang sebesar 2 juta rupiah kepada suami Nur Habi, dan mendesak agar menyerahkan induk sapi. takut karena didesak, suami Nur Habi menerima uang itu, namun ia meminta agar mereka bicara langsung dengan Nur Habi. Saat itu, Nur Habi sedang berada di kebun.
Merekapun bergegas ke kebun menyusul Nur Habi sambil memperlihatkan Uang sebsar 2 Juta Rupiah, Nur Habi tak terima, dia menyuruh suaminya mengembalikan uang itu. Terjadilah baku bantah, Empat aparat desa ini tetap berskukuh menarik sapi bunting dari kandang. Tarik-menarik pun terjadi. Nur Habi yang kalah tenaga akhirnya mengalah, sapi dibawa Muhamad Umar yang dengan pongahnya bilang, “Biar ba lapor sampe dimana ngana, kita siap, ini kita pe hak.”
Tak putus asa, Nur Habi meminta sapi dibawa ke polsek terdekat buat penyelesaian, tapi diabaikan. Sapi tetap dibawa ke rumah Muhamad Umar. Tiga hari kemudian, sapi itu melahirkan. Malangnya, pada hari ke sepuluh anak sapinya mati, sedangkan induknya masih di tangan Muhamad Umar.
Kesal dan merasa diperlakukan tidak adil, Nur Habi akhirnya mengadu ke polisi. Dia menuduh Sangadi dan tiga aparat desa itu melakukan pencurian secara bersekutu. Polisi pun mulai menyelidiki kasus ini.
Kapolsek Pinogaluman, Ipda Asandi Putra, mengonfirmasi aduan terhadap kasus ini telah diterima oleh Polres Bolmut pada tanggal 6 Juni 2024. perkara tersebut lantas dilimpahkan ke Polsek Pinogaluman.
“Pada tanggal 14 Juni 2024, Polsek Pinogaluman mengeluarkan surat perintah penyelidikan terkait aduan penarikan paksa ternak sapi. Kami akan memproses kasus ini dengan cermat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, Jika terbukti ada pelanggaran hukum yang cukup kuat, kasus ini akan diangkat menjadi laporan resmi.” kata Asandi.
Sementara itu, Kuasa hukum pelapor Yulianti Musa, SH, menambahkan bobot kasus ini. “Berdasarkan alat bukti yang kami pegang, seperti dokumen Keputusan Kepala Desa atau Sangadi No. 7 tahun 2017 tentang ‘Penerima Bantuan Guliran Induk Ternak Sapi’, secara teknis sudah dijelaskan pada poin ‘kedua’ huruf c bahwa penerima bantuan guliran ternak sapi wajib mengembalikan induk ternak sapi kepada pemerintah desa untuk digulirkan kembali apabila sudah melahirkan dan usia anak ternak sudah dapat dipisahkan dari induknya, atau usia delapan (8) bulan. Anak ternak tersebut kemudian menjadi hak milik penerima bantuan. Jadi jelas bahwa yang digulirkan di sini adalah ‘induk ternak bantuan’ bukan anak ternak,” tegas Yulianti.
Ia juga menyoroti pengelolaan keuangan desa yang diatur bahwa pemberian bantuan kepada masyarakat termasuk dalam belanja barang dan jasa, bukan pada belanja modal. “Sehingga sapi ini bukan aset desa. Pemberian barang pada masyarakat/kelompok masyarakat dilakukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan. Bantuan ini seharusnya digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, bukan ditarik kembali oleh kepala desa yang baru,” tambahnya.
Yulianti Musa menyatakan, pihaknya sedang menelusuri indikasi “penyalahgunaan kewenangan” oleh oknum Kepala Desa dan aparatnya. “Jika ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mengarah ke sana, akan kami proses sesuai aturan hukum yang berlaku,” tutup perempuan berparas cantik ini.
Penulis: Ramdan Buhang